Natal kali ini di terapi duka dan air mata di Tanah Papua oleh : Yafta langka |
Oleh: Yefta Lengka
Wamena | Penapapuanews.com _Tahun 2018-2024 Tidak ada Suasana Natal di Tanah Papua. Kemana Gereja dan pemerintah Indonesia?_
Gereja dan Pemerintah ibarat sebuah perusahaan yang Bekerja sama untuk kepentingan satu hal yaitu Kemanusiaan.
Dengan demikian kedudukan kemanusiaan lebih tinggi dari Gereja dan Pemerintah. Tetapi jika gereja dan pemerintah berusaha untuk menjatuhkan, menciptakan permusuhan dan Mengurus kepentingan diri sendiri. maka Pemerintah bukanlah pemerintah sejati. dan gereja Bukanlah sebuah gereja yang sejati dan utuh.
Tanah Papua Dijuluki sebagai tanah Injil. Julukan itu ada karena Injil telah mempengaruhi 90% kehidupan orang Papua. Dari Pantai hingga Pegunungan.
Natal merupakan hari Bersejarah bagi umat Kristiani karena telah terjadi peristiwa luar biasa dalam sejarah umat manusia yaitu: kelahiran Isah Al-Masih (Tuhan Yesus Kristus) Sang Penebus Dosa Manusia. Setiap bulan Desember umat Kristen merayakan dan memaknai sejarah tersebut.
Di tanah Papua setelah Misionaris Ottow dan Geisler 1855 di Mansinam Manokwari, Hampir 90% orang Papua memiliki agama Kristen. Setiap memasuki bulan Desember, orang Papua dari perkotaan hingga daerah pelosok negeri merayakan Kelahiran Tuhan Yesus Kristus dengan cara dan gaya yang berbeda sesuai sosial budaya setempat.
Namun natal tahun 2018 hingga 2024 ini tidak seperti biasanya karena beberapa hal. Diantaranya adalah:
PERTAMA : Politik serentak Nasional Indonesia tahun 2024 Menghancurkan Suasana Natal.
Secara pribadi dan sebagai Gereja Tuhan menilai bahwa Pesta demokrasi di bulan November - Desember adalah Ancaman kekristenan. Karena bulan November hingga awal Januari adalah dimana Umat Kristiani mempersiapkan segala sesuatu untuk memperingati hari kelahiran Isah Al-Masih (Tuhan Yesus Kristus) di Dunia
Dengan demikian pesta Demokrasi di Indonesia telah merampas hak kedamaian dan kenyamanan umat Kristiani di tanah Papua Khususnya di wilayah La-pago.
Saya menilai Pesta demokrasi kali ini rupanya Sengaja dibuat menjelang Natal untuk membunuh nilai-nilai Kristiani.
Ini tidak jauh berbeda dengan strategi program islamisasi di tanah Papua.
Ini tidak jauh berbeda dengan strategi program islamisasi di tanah Papua.
KEDUA :Konflik Bersenjata Membuat Orang Papua tidak merasakan suasana natal dalam diri mereka.
Saya sebagai orang Papua menyadari hal ini merupakan persoalan panjang yang harus diselesaikan oleh negara dalam sebuah dialog. kendati demikian pekerjaan rumah ini tidak pernah diselesaikan oleh negara Indonesia.
Konflik Bersenjata ini bukan hal baru bagi orang Papua. Sudah sejak 1963 operasi Trikora hingga kini tahun 2024 masih terus berlangsung di tanah Papua.
Dalam konflik Bersenjata puluhan ribuan orang tak berdosa terbunuh, ratusan ribu orang mengungsi. Pemerkosaan, Penangkapan, penyiksaan dan pemenjaraan diluar hukum terjadi dalam konflik Bersenjata.
Para pengungsi dari Nduga, Maybrat, Pegunungan bintang, Puncak, Yahukimo dan lainnya masih berada di kamp-kamp pengungsian. Mereka belum pulang.
Mereka menginginkan untuk pulang ke kampung halaman agar merayakan Kelahiran Isa Al-Masih (Tuhan Yesus Kristus), namun apalah dayanya mereka.
Darah, Air Mata dan tangisan terus menyelimuti seluruh kehidupan Mereka dan semua orang Papua. Mengingat mereka yang telah tiada dalam Medan perjuangan di kamp-kamp pengungsian di tengah hutan hujan tropis, belantara, melewati lereng-lereng gunung, sungai yang deras, jurang dalam menyelamatkan diri dari kejaran Aparat tentara Indonesia.
Para pengungsi orang Papua tidak bisa mendapatkan hak hidup sesuai standar hak asasi manusia secara nasional maupun internasional. Kehidupan orang Papua selalu dalam tekanan batin.
KETIGA : Orang Papua diperhadapkan dengan berbagai isu oleh pemerintah Indonesia, sehingga tidak ada sukacita Natal dalam diri Mereka.
Setelah daerah otonomi baru disahkan dan roda pemerintahan dijalankan, orang Papua diperhadapkan dengan banyak sekali masalah, Diantaranya adalah:
1. Pemaksaan untuk pembangunan inti pusat pemerintahan kabupaten dan Provinsi di beberapa wilayah di tanah Papua;
2. Proyek Strategis nasional di Merauke.
3. Penambahan sejumlah batalyon infanteri di tanah Papua;
4. Transmigrasi besar-besaran di Tanah Papua.
5. Dan berbagai penyakit Sosial lainnya Seperti pembiaran Peredaran Miras, Ganja, Perjudian dan berbagai jenis narkoba lainnya yang sangat meresahkan kehidupan orang asli Papua di tanah Papua.
Jadi di tanah Papua tidak ada Suasana Natal.
Diwaktu yang sama. Saat anda membaca artikel ini, Orang Papua Di Pengunungan Bintang sedang berada di kamp-kamp pengungsian, di Nduga Distrik Kroptak sedang trauma dan mengungsi di hutan. Rumah mereka dibombardir oleh 5 helikopter militer tentara Indonesia.
Mereka adalah orang Papua. Bagaimana mungkin orang Papua merasa damai, mau merasakan suasana natal atau sukacita Natal? Sementara saudara se-rumpun, se-ras, Sesama suku, sesama Marga dan atau keluarga mereka dibantai.
Di tanah Papua telah lama Dukacita Natal diganti dengan Dukacita oleh Pemerintah Indonesia melalui militer.
Wamena, 21 Desember 2024.
Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan di tanah Papua dari Wamena.
Posting Komentar